Apa iya? Tujuan bersekolah hanya untuk mencari pekerjaan saja

Oleh Dicky Zulkarnain Madjid

penulis

Dewasa ini, masih banyak dari kita yang menganggap tujuan sekolah sebatas untuk mendapatkan pekerjaan saja nantinya, sehingga tidak heran banyak orang yang memilih melakukan segala cara untuk mendapatkan nilai yang bagus tanpa berusaha mendalami ilmu pengetahuan yang dipelajarinya dan banyak orang yang hanya mengejar ijazah saja tanpa betul-betul mempertanggung jawabkan gelar yang diembannya. Ijazah dan nilai yang bagus menjadi tujuan prioritas, sementara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan justru tertinggal bahkan menjadi tujuan kesekian (atau kasarnya, mungkin tidak lagi menjadi tujuan sama sekali.

Di luar sana, ternyata tidak sedikit pula kasus orang tua yang memilih tidak menyekolahkan anaknya dengan alasan sekolah hanya menghabiskan biaya dan membuang-buang waktu, toh anaknya sudah bisa membantu orang tuanya untuk bekerja. Demikian serangkaian tragedi dalam dunia pendidikan kita hari ini.  Namun, anggapan-anggapan seperti ini tentu tidak  serta merta lahir begitu saja. Ada banyak hal yang berperan membentuk makna dan tujuan sekolah menjadi bergeser seperti ini. Apa sebabnya?

Sebelumnya, mari kita memaknai kembali arti dan tujuan sekolah diciptakan. istilah sekolah berasal dari bahasa latin yaitu schola yang secara harfiah berarti “waktu luang” atau “waktu senggang” dahulu pada zaman yunani kuno masyarakat dalam mengisi waktu luang mereka dengan cara mengunjungi orang-orang yang bijak untuk menanyakan atau mempelajari hal yang mereka anggap penting untuk dipelajari, maka saat itu lahirlah istilah scola, skhole, scolae dan schola yang semuanya berarti waktu luang yang digunakan untuk belajar. Lama-kelamaan kebiasaan itu diikuti oleh banyak masyarakat khususnya oleh anak-anak sehingga kemudian memicu inisiatif banyak orang tua untuk  menitipkan anaknya pada orang bijak di suatu tempat tertentu untuk belajar, bermain dan berlatih sesuai minat dan bakat masing-masing.

Dasar tujuan sekolah tersebut kemudian berkembang di berbagai negara, termasuk salah satunya Indonesia yang visi besarnya telah dihimpun dalam UU No.20 tahun 2003 pasal 3 tentang tujuan pendidikan nasional yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan mendai warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”

Dengan melihat dari sejarah terbentuknya dan tujuan sekolah di atas dapat dipahami bahwa tujuan terbentuknya sekolah adalah untuk menempa diri menjadi pribadi yang cakap dan punya kepekaan sosial, mengasah pikiran agar mampu mencari jalan keluar atas masalah-masah yang ada di sekitar serta melatih diri belajar sesuai minat dan bakat masing-masing yang nantinya bakal menjadi bekal hidup dalam menjalani kehidupan secara pribadi maupun di tengah-tengah masyarakat, secara mulia sekolah diharapkan mampu melahirkan generasi bijak dan berkemajuan dalam menuntaskan masalah yang ada di sekitarnya juga untuk memajukan peradaban manusia.

Sayangnya, fakta fakta sosial kita telah membuktikan tujuan pendidikan yang telah dikonstruk dalam undang undang hanyalah romantisme belaka. Tidak sejalan dengan apa tujuan yang semestinya. Sehingga tidak bisa kita hakimi sepenuhnya, mengapa kemudian paradigma berpikir anak anak maupun masyarakat tentang sekolah hanyalah sebatas pemenuhan kewajiban untuk mendapatkan pekerjaan untuk itu mari kita lihat praktek sekolah yang berjalan hari ini.

Ada banyak yang bermasalah yang ada dalam praktek pendidikan di sekolah kita dimulai dari mahalnya biaya pendidikan, sekolah yang kaku akan aturan-aturan yang mengekang murid, sistem belajar-mengajar yang monoton dan usang (baca: tidak menarik), penyeragaman pikiran dan mematikan karakter dan kreatifitas, murid dituntut untuk berkompetisi satu sama lain dan menyegerakan kelulusannya, yang paling aneh murid yang dianggap nakal dan malas malah dikeluarkan dari sekolah.

Seolah sekolah hanya menjadi mesin untuk mencetak tenaga kerja saja  yang mengesampingkan pengembangan kreatifitas murid-muridnya. Nah dari praktek yang bermasalah inilah yang menurut penulis mengapa tujuan sekolah yang sebenarnya jadi tereduksi, boro-boro untuk mencapai tujuan sekolah, mengetahuinya saja kita masih keliru.

Tentunya, untuk kembali ke tujuan sekolah yang sebenarnya masih banyak yang harus direvisi dalam praktek sekolah yang berjalan hari ini, dengan menggratiskan biaya pendidikan agar dapat diakses semua kalangan masyarakat juga merombak sekolah menjadi tempat yang nyaman dan menarik agar lebih layak disebut sebagai wadah menimba ilmu dan mengasah kreatifitas sehingga tujuan daripada sekolah yang cita-citakan dapat segera terwujud.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *